Sabtu, 07 Januari 2012

LEBAK PASAR




LEBAK PASAR... KAMPUNG SEJUTA KENANGAN

Kampung halaman saya ada di sunda, yah bener…. di Jawa Barat, tepatnya di kabupaten Cianjur, kabupaten yang terkenal akan beras Cianjur-nya yang bagus, juga terkenal dengan tauco dan manisannya. Kecamatannya adalah Pacet, gak tau kenapa namanya Pacet (sejenis binatang molusca penghisap darah, masih sodara ama lintah). tapi itu dulu saat 90an, sekarang bernama kecamatan Cipanas, itu terjadi setelah pemekaran daerah. Kampungku adalah Lebak pasar, termasuk wilayah desa Palasari. Bersebelahan dengan desa cimacan, yang terkenal dengan taman Cibodas, bahkan sekarang banyak tujuan wisata yang tidak jauh dari rumah. Kota bunga dengan little venice-nya, villa-villa, toko2 factory outlet dan restoran2, Saya akan bahas tempat-tempat wisata di sekitar kampung halaman saya di lain cerita.
Babakan Bilik - Lebak Pasar
Kembali tentang kampung saya, Lebak Pasar, sekitar 1960an akhir, disana masih banyak sawah2 padi, kakek dan nenek adalah penduduk asli kampung sini. Nama Lebak pasar sendiri menurut cerita Abah (salah satu panggilan kakek dalam basa sunda), berasal dari posisi kampung yang dekat pasar pada jaman penjajahan, posisi pasar yang lebih tinggi letaknya, menjadikan Daerah di bawahnya di sebut Lebakeun pasar (Lebak : tempat agak di bawah, sedangkan kebalikannya adalah Pasir, contoh ; Pasir kampung, Pasir awi) karena penyebutan lebakeun pasar, lama kelamaan lebih awam di panggil Lebak Pasar.
Babak Bilik - di belakang rumah


Pada awal tahun 1980an, keadaan kampung Mulai berubah, yang tadinya pesawahan, berangsur menjadi perkebunan. Mungkin karena letak geografis yang tidak memungkinkan, Daerah ku termasuk dataran tinggi, ada di antara lembah dan kaki gunung, sehingga air sungai atau air kali hanya lewat saja, tidak menggenang, sehingga lebih cocok menjadi perkebunan sayuran, yang tidak perlu air menggenang. Karena hal tersebut, hampir semua penduduk di lebak pasar menjadi petani sayuran. Menurut cerita ibu saya, keseharian abah adalah bertani sayur, dan setiap akhir pekan, abah pergi berdagang sayuran hasil kebun, beliau berdagang di Daerah puncak, tepatnya di pinggir jalan raya dekat telaga Warna, biasa di sebut Daerah Talaga.



Salah satu sepupu, dia mengurus kuda
Kehidupan keluarga besar ku amat sederhana, namun termasuk lumayan Pada masanya, Abah berjualan sayur di hari sabtu-minggu dan saat pakanci atua hari libur, di hari lainnya abah bertani di kebun. Anak-anak lelaki dari abah, semuanya mengikuti jejak beliau, berdagang dan bertani, walaupun ada beberapa yang ternak juga, domba, manila, ayam bahkan kuda. Komoditas utama kebun di kampong saya adalah sayuran. Caysim, Wortel, Pakcoy, Brokoli, Buncis, Bakung (bawang daun) dan banyak lagi… tergantung musimnya.

 
Keluarga besar ibu saya adalah keluarga yang sangat mementingkan agama, bagi kami, agama harus di tanamkan dari awal, sehingga di keluarga besarku, mengaji atau ngaos adalah hal wajib. Seorang anak boleh saja malas sekolah atau hanya tamat SD, tapi untuk mengaji, itu harus dan tidak bisa ditawar.


Mengaji, yah sepertinya berasal dari Kata kaji, di tambah imbuhan menjadi Mengkaji, tentu itu dalam bahasa Indonesia. Dalam basa sunda tentu saja berbeda, lebih sering di sebut ngaos, yang berarti membaca, mungkin karena lebih ke membaca Al-qur'an dan membaca kitab.saya sendiri Mulai ngaos saat umur 5 tahun, tapi baru sebatas membaca AlQuran, itu pun masih di kisaran huruf hijaiyah dan iqra.

ucup kecil bareng alm. abah dan alm. ema
Guru ngaji pertamaku adalah ema, yah beliau biasa kusebut begitu, karena ibu saya juga menyebutnya begitu, beliau adalah Almarhum nenekku tercinta. Setiap selesai shalat maghrib di mesjid, aku selalu ngaos di rumah nenekku, rumah ku juga, karena ibu saya masih tinggal dengan ema. Dengan penerangan menggunakan cempor atau lebih terang lagi dengan patromax, semua anak mengaji dengan semangat. Tak peduli remang-remang, semua sudah terbiasa. Memang pada tahun 90an awal, kampung saya belum mengalami "Listrik Masuk Desa". Akibatnya, lampu dengan minyak tanah menjadi primadona.  Sesekali abah juga mengajar ngaji, walaupun beliau lebih sering mengajar ngaji di rumah uwa (kakak ibu/ayah dalam bahasa sunda).

Cara ema mengajar, lugas dan disiplin, itulah gaya nya. Ema memang sedikit cerewet, terutama dalam mengaji, apalagi saya adalah satu-satunya, the one and only murid laki-laki... lho, kok bisa? Ya bisa lah, kan saya belum SD, Kalo sudah masuk sekolah, tempat ngaji juga pindah ke rumah uwa. Di sana memang tempat ngaji anak laki-laki, dari yang baru kelas satu SD, hingga yang gak sekolah, yang sudah tamat SMA, bahkan adapula yang sudah berkeluarga. Di kampung lebak pasar, aturan agama masih diterapkan dengan sangat baik, sehingga kampungnya terasa lebih agamis.

Sewaktu belum masuk SD, selain belajar, saya sangat suka menggambar, Gambar apa aja, Mulai dari binatang, mobil, pesawat, bahkan ninja. Saking suka menggambar, rumah nenek penuh dengan coretan, terutama dinding triplek dan bilik nya.
Dahulu, mayoritas rumah disana setengah permanen, pondasi dan dinding nya terbuat dari batu bata, tapi hanya sebatas pinggang, selebihnya adalah kolaborasi antara papan, triplek dan anyaman bambu yang disebut bilik, karena nama bilik itu, temapt keluarga saya tinggal, yang emang di tengah kebon dan rumahnya masih bilik, disebut Babakan bilik. Tapi sekarang hanya beberapa rumah yang masih seperti itu, bahkan rumah panggung ala sunda, tinggal dua yang masih berdiri tegak, satu rumah pak haji Hasan, orang paling kaya di kampung dan satu lagi rumah almarhum Abah dan ema.

Cerita tentang kampung dan keluarga saya tidak akan selesai disini, masih banyak cerita-cerita tentang Lebak Pasar, Babakan Bilik dan banyak lagi.

Terima kasih udah Mau baca cerita yang gak penting ini, yang mau nanya, kritik atau apa aja tulis di kolom komentar yah, saya mah bebas Orangnya, Hatur nuhun, wasalam.



Continue reading LEBAK PASAR